Selasa, 08 Juni 2010

Pandan yang Senang Angin Laut

KALI ini kita coba tengok salah satu jenis tumbuhan yang sangat akrab dengan orang Bugis, yang terutama senang banget hidup di tepi laut. Orang-orang Bugis menyebut tumbuhan ini dengan nama pandang, yang juga digunakan untuk menyebut tanaman nanas. Pandan ini, ya itu, seperti pandan umumnya, terutama pandan wangi yang daunnya digunakan sebagai pengaharum untuk masakan atau digunakan untuk bungkus ketupat. Tapi jenis pandan yang tumbuh di pantai dan sangat senang angin laut ini, daunnya sama sekali tidak harum dan belum pernah terdengar digunakan untuk bungkus ketupat-ketupat lebaran... he he he!


 

Pandan yang mungkin dari jenis Pandanus tectorius ini, memiliki penampilan yang menerik, tinggi, dengan tajuk yang cantik untuk penghias pekarangan (biasanya sih hotel-hotel yang punya sea view, gitu!), dan kalau berbuah, wah buahnya kelihatan menarik sekali. Kalau buah ini masak, yang merah meranum... tapi sejauh ini belum pernah terdengar ada orang awak penghuni pesisir yang makan buahnya. Daunnya, ya paling-paling untuk keperluan atap-atapan rumah, dinding-dinding gubuk, atau dianyam jadi tikar dan bakul. Tapi itu tempo doloe, sekarang kan semua kebutuhan itu tersedia bahan sitentisnya. Kasihan, kan, si pandan ini. Tapi sebagai harta kekayaan bangsa ini, jelas pandan ini harus dilestarikan... karena pasti ada saja manfaatnya, paling tidak secara ekologis. (anaye)

Senin, 31 Mei 2010

Pare Hutan di Parepare

WAH, kalau kita bicara sayuran, salah satu yang sangat popular dan disenangi oleh orang Bugis adalah "akkaju kambu paria", yaitu buah pare yang dibelah kemudian di tengahnya diisi dengan goreng kelapa, lalu diikat atau dibebat, dan direbus dengan santan. Rasanya, bukan main... pait-pait nyaman di lidah.
Pare, merupakan tumbuhan yang saat ini sudah dibudidayakan, baik di pekarangan rumah maupun di kebun-kebun, dan hasilnya yang untuk dapur sendiri atau untuk dijual ke pasar.



Tumbuhan menjalar yang menarik ini, berdasarkan literatur yang ada, ternyata diwakili oleh cukup banyak jenis, termasuk jenis-jenis liarnya. Salah satu jenis liar yang kami temukan, berukuran kecil, bau sedikit harum, dan buahnya berwarna kemerahan jika masak. Rasanya, ya seperti pare beneran, pait dong! Jika buah ini dibelah, tampak daging buah yang halus dan ada beberapa biji di dalamnya, kecil-kecil hitam, dengan daging selaput biji berwarna merah-darah. Ukuran panjang buah hanya sekitar 7-8 cm.


Gambar yang ditampilkan di sini, diambil di kebun kami di Bilalang, Lemoe (Parepare, Sulawesi Selatan), pada tanggal 9 Mei 2010. Tampaknya jenis pare liar ini perlu mendapatkan perhatian untuk dikembangkan, paling tidak untuk menambah jumlah dan jenis bahan sayuran tradisional Indonesia. Menarik, kan? (anaye)

Jamur Jala, Mulai Langka

KELOMPOK jamur, yang merupakan tumbuhan yang tidak memiliki zat hijau daun, dengan ciri khasnya hanya hidup pada hancuran tumbuhan yang sudah berupa humus. Jumlah jenis jamur di dunia ini sangat banyak, mencapai puluhan ribu. Di Indonesia jamur ini sebagian telah dimanfaatkan, misalnya jamur pisang, jamur merang, jamur kuping dan sebagainya. Namun demikian, masih lebih banyak lagi jenis jamur yang belum diketahui  manfaatnya.


Salah satu jamur yang unik, dan termasuk mulai langka adalah jamur jala. Jamur ini menarik karena tampilannya keren, dilengkapi dengan tudung yang berupa jala-jala halus, sehingga seperti "seorang pengantin" yang duduk termenung di pelaminan. Sejauh yang kami temukan, jamur ini berwarna keputihan.
Jamur jala yang ditampilkan dalam tulisan ini, diambil gambarnya di Bilalang, Lemoe (Kota Parepare, Sulawesi Selatan), pada tanggal 3 April 2010, yang oleh orang Bugis disebut "basi jala-jala". (anaye)